Jumat, 11 Januari 2008

Pemanfaatan Bahu Jalan dan Trotoar


Pada saat kita menyusuri jalan-jalan di Indonesia, khususnya pulau Jawa yang sering saya lewati, maka sering di jumpai di kanan dan kiri badan jalan, bangunan-bangunan sederhana, bangunan semi permanen, bahkan tak jarang dijumpai bangunan permanen yang berdiri di bahu jalan, bahkan ada juga yang bertempat tinggal di tempat tersebut, terutama di jalan-jalan kabupaten/kota. Dan untuk di dalam kota, juga tak jarang kita lihat trotaoar dimanfaatkan untuk berjualan, misalnya buah-buahan, koran/majalah, bengkel tambal ban, tempat titipan sepeda motor dan lain-lain. Belum lagi iklan beberapa counter hand phone yang sering digeletakkan begitu dekatnya dengan badan jalan, dan juga tumpukkan sampah maupun material bekas pengerukkan saluran irigasi atau atau material hasil galian. Hal ini tentu saja menyalahi aturan, karena kalau sesuai dengan ketentuan yang ada. Selain itu, bahu jalan juga digunakan untuk menempatkan material dan peralatan pendukung lainnya dalam rangka perbaikkan jalan/jembatan.

Yang lebih merisaukan sebenarnya adalah tidak dilakukannya tindakan dini oleh pihak/instansi terkait, untuk menertibkannya, sebelum masalah menjadi lebih kompleks, karena akan menyangkut masalah nafkah mereka dan menyangkut masyarakat yang lebih banyak. Sebagai gambaran, untuk membuat suatu banguna sementara, misalnya untuk berjualan 'dawet', atau lapak buah-buahan, tentu memerlukan biaya ratusan ribu rupiah, suatu nilai modal yang cukup besar bagi mereka yang memang bermodal kecil. Apalagi kalau untuk membuat bangunan semi permanen atau bahkan permanen, tentu saja biaya yang dibutuhkan akan mencapai jutaan rupiah. Sekali lagi ini adalah biaya yang teramat besar bagi mereka, dan mereka beranggapan sedang menanam investasi jangka panjang, yang tentu saja berharap bisa selamanya menjalankan usahanya di tempat tersebut.

Tidak bisakah dinas/instansi terkait menertibkan secara dini, yaitu pada saat mereka baru akan memulai kegiatan membangun di tempat tersebut di atas ? Sehingga mereka tidak terlanjur mengeluarkan biaya yang cukup besar menurut ukuran mereka dan mereka belum menggantungkan hidupnya di tempat tersebut. Dan bisa dipastikan, karena satu bangunan dibiarkan berada di tempat yang salah, maka akan tumbuh subur bangunan serupa di sekitarnya dan bahkan di tempat-tempat lainnya.
Bisa dibayangkan saatnya nanti harus ditertibkan, demi keindahan dan ketertiban kota misalnya, dan memang demi tegaknya aturan, maka mereka yang sudah menggantungkan hidupnya di tempat tersebut, bahkan ada yang seluruh keluarganya tinggal di tempat itu, dan jumlah mereka cukup besar, maka mereka akan melawan habis-habisan. Tentu rasa iba akan muncul saat kita melihat cucuran air mata mereka karena sumber kehidupan mereka harus digusur, dan masa depan keluarga mereka terpupus oleh petugas ketentraman dan ketertiban.

Jadi agar tidak ada korban atau untuk meminimalisir korban dan konflik social yang akan timbul di masa mendatang, maka sebaiknya cegahlah secara dini 'bangunan liar' yang akan dibangun masyarakat khususnya di bahu jalan dan trotoar, dengan melakukan pendekatan, memberi pemahaman aturan, dan berilah batas waktu misalnya lima tahun agar membongkarnya, untuk yang sudah terlanjur membangun dan memanfaatkannya. Tentu saja ini adalah tugas kita bersama, tetapi yang lebih wajib melakukannya adalah dinas/instansi yang memang diamahi oleh Negara untuk menjalankan kewenangannya. Semoga kita menjadi masyarakat yang mencintai ketertiban dan keindahan.

Amien.

Tidak ada komentar: